Mendengar namanya mungkin Anda sedikit kaget. Namun, ketahuilah jika nama itu sama sekali tak ada unsur pornonya. Disebut Kupat Jembut, karena kupat ini memiliki bentuk yang berbeda dari kebanyakan kupat yang dijumpai di seantero negeri ini. Umumnya kupat atau ketupat, dibungkus janur atau mungkin ada yang menggunakan daun pandan. Isinya hanya nasi saja dan rasanya tawar.
Namun, tak demikian dengan Kupat Jembut yang berbumbu dan di dalamnya terdapat campuran kecambah alias tauge. Versi lain bisa diisi dengan tauge, kelapa, dan lombok atau tauge dengan sambal kelapa atau gudangan. Nah, keberadaan tauge inilah yang membuat kupat saat mateng memiliki penampakan seperti rambut kemaluan, sehingga disebut Kupat Jembut.
Di Semarang, khususnya di Dusun Jaten Cilik, Pedurungan, Semarang, Kupat Jembut biasa disajikan saat Lebaran bersama dengan opor ayam dan makanan berkuah lainnya. Tak hanya menjadi hidangan rumahan, Kupat Jembut pun biasanya juga dijual saat perayaan Lebaran di Semarang.
Bukan cuma penampakannya yang nyentrik, Kupat Jembut juga memiliki rasa yang unik. Hal ini lantaran kupat itu sudah dicampur bumbu, sehingga tak seperti kebanyakan kupat lain yang rasanya tawar. Perpaduan bumbu dan aroma khas kecambah, menciptakan sensasi tersendiri disetiap gigitannya. Bahkan, lantaran sudah ada bumbu dan sayurannya, Kupat Jembut bisa dikonsumsi begitu saja tanpa perlu tambahan sayuran berkuah lainnya atau opor.
Kehadiran Kupat Jaten di masa Lebaran tak hanya menjadi sekedar ‘amunisi’ pengisi perut saja, tetapi juga sebagai bentuk nguri-uri kebudayaan setempat. Kupat Jembut bahkan bisa dikatakan sebagai magnet diaspora Kampung Jaten. Saat musim mudik Lebaran, banyak penduduk setempat yang merantau ke berbagai kota dan tempat di Indonesia pulang untuk menyempatkan mengikuti tradisi ini.
Selain bagi-bagi Kupat Jembut, perayaan itu turut pula dimeriahkan dengan menyebar lembaran rupiah secara langsung kepada anak-anak. Secara umum, pembagian Kupat Jembut sendiri dimaknai sebagai bentuk bagi-bagi sedekah untuk menyempurnakan ibadah puasa yang telah dilaksanakan selama 30 hari sebelumnya, juga puasa Syawal selama 6 hari.
Demikian sekilas ulasan tentang Kupat Jembut, salah satu menu khas Lebaran dari Semarang, khususnya Dusun Jaten, Pedurungan, Semarang. Dengan mengetahui kuliner ini, setidaknya kita sudah turut ‘menghidupkan’ kuliner tersebut di tengah-tengah masyarakat Semarang khususnya dan Indonesia pada umumnya. Bagaimana pun Kupat Jembut juga merupakan bagian dari warisan budaya leluhur bangsa yang harus dilindungi dan dilestarikan. Apalagi mengingat menu ini bukan sekedar ‘obat lapar’ saja, melainkan makna alias filosofi di baliknya.
Jika Anda tak memiliki kesempatan mudik ke Semarang atau mungkin tak berkesempatan ke kota yang masyur dengan destinasi wisata Lawang Sewu itu, Anda pun bisa membuatnya sendiri di rumah. Tak jauh berbeda dengan membuat ketupat pada umumnya, hanya saja bubuhkan kecambah di dalamnya, maka saat kupat matang akan muncul ‘rambut-rambut’ di sela-sela lipatan janur.