TRANSLATE

Makan Bubur India Masjid Jami Pekojan, Cara Berbuka Puasa Ramadhan Yang Menyehatkan

Apakah anda tahu tentang bubur yang lain daripada yang lain yang ada di Kota Semarang?. Hidangan tersebut  adalah bubur India dari Masjid Jami Pekojan. Masjid ini sendiri terletak di Jalan Petolongan No.1 Purwodinatan, Semarang. Berbeda dari bubur pada umumnya, bubur yang menjadi kuliner khas Semarang ini hanya muncul pada saat bulan puasa Ramadhan dan kerap disajikan sebagai takjil gratis bagi semua orang yang hendak berbuka puasa.

Keberadaannya sendiri diperkirakan sudah ada sejak satu abad silam dimana resep tersebut diperoleh dari saudagar keturunan Gujarat yang datang ke Nusantara. Bubur ini merupakan makanan asli di wilayah Koja yang merupakan perbatasan India dan Pakistan. Kuliner khas Semarang yang legendaris tersebut hingga kini masih dilestarikan oleh para keturunannya yang kerap disebut sebagai orang Koja (sebutan orang Pakistan-Indonesia). Konon asal muasal nama Pekojan sendiri berasal dari istilah ‘Koja’ tersebut.

Saat bulan puasa Ramadhan, biasanya para takmir di masjid mampu menghabiskan 20 kg beras dalam sekali pembuatannya. Proses pemasakannya menggunakan kuali tembaga dan kayu bakar, sehingga cita rasanya tetap terjaga. Untuk menyiapkan bubur India, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam yang biasanya dimulai sejak ba’da dzuhur hingga waktu ashar. Dalam seharinya, para takmir bahkan mampu menghasilkan 200 hingga 300 porsi bubur India. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pembuatan bubur dan pelengkapnya merupakan sumbangan dari donatur.

Saat Ramadhan, sejumlah mangkuk warna warni di serambi utara masjid akan dijejerkan sebagai wadah penyajiannya. Biasanya bubur ini akan disajikan bersama segelas susu atau teh, beserta buah-buahan atau kurma. Dahulunya bahkan air zam zam kerap tersedia sebelum akhirnya pengirimannya dihentikan oleh pemerintah Arab Saudi.

Kelezatan bubur yang menjadi kuliner khas Semarang ini terletak pada sejumlah rempah-rempah yang dipergunakan seperti jahe, sereh, salam, bawang-bawangan, kayu manis, cengkeh, santan, dan daun pandan. Aroma rempah yang berpadu dengan aroma kayu bakar mampu menggugah para pengunjung yang lewat di sekitarnya. Tak hanya bubur saja, variasi menu lauk pauk juga ikut menyemarakan penyajiannya seperti kuah gulai, ungkep, terik, sambal goreng dan berbagai jenis lauk lainnya.

Salah satu keturunan Koja yang masih ikut melestarikan bubur ini adalah Ahmad Ali. Pria ini merupakan generasi keempat yang dipercaya untuk melestarikan resep warisan takjil legendaris ini. Apabila melihat langsung cara pembuatannya, pengunjung dapat melihat Ali yang berkutat di depan kuali dan tungku sembari mengaduk-aduk bubur menggunakan spatula kayu besar. Ali tidak sendirian dalam menyiapakan bubur tersebut, ia dibantu oleh tiga orang lainnya.

Selain Ahmad Ali, Anas Salim yang merupakan sesepuh di Kampung Petolongan adalah salah satu keturunan dari pelopor kemunculan bubur ini. Pria yang usianya sudah mencapai kepala 7 tersebut adalah cucu dari Harus Rofii, seorang pendatang yang membawa resep tersebut.

Dikisahkan oleh Anas bahwa kedatangan saudagar Gujarat dahulu tak hanya sekedar berdagang saja, tetapi sekaligus melakukan syiar agama Islam. Barang yang dijual biasanya berupa tasbih dan rempah-rempah. Banyak diantaranya yang melakukan pernikahan dengan pribumi dan mulai menetap di daerah Semarang. Tak mengherankan budaya komunitas Koja pun masih tetap lestari di tangan-tangan para anak turunnya yang berdarah campuran.

Menurut Anas pembagian bubur India yang kini menjadi salah satu kuliner khas Semarang ini memiliki makna mendalam yang berkaitan dengan hadist Rasulullah SAW tentang ganjaran akhirat bagi yang memberi makan orang yang puasa Ramadhan. Bubur ini sangat laris diburu oleh para peminatnya. Kadang kala warga datang membawa wadah sendiri. Ada pula pengunjung yang datang dari tempat jauh karena penasaran dengan cita rasanya.

Tentunya mencicipi bubur India akan menjadi pengalaman tersendiri bagi para pengunjung. Sembari menunggu berbuka, pengunjung dari luar Semarang biasanya akan menghabiskan waktu dengan berwisata sejarah di kota Semarang.

  • Babi Guling, Dari Tradisi Menjadi Konsumsi

    Babi guling adalah nama makanan masakan khas Bali yang dibuat dari karkas anak babi betina atau jantan utuh (tanpa direcah) yang bagian perutnya (setelah dibersihkan) diisi dengan sayuran berikut bumbu rempah, kemudian dimatangkan dengan cara dipanggang sambil diputar-putar (diguling-gulingkan). Oleh sebab itu, babi guling juga disebut sebagai babi putar atau be guling dalam Bahasa bali. Walaupun be guling sebenarnya dapat dibuat dari jenis daging lainnya seperti itik dan ayam.
peli kipu

Peli Kipu, Vulgar Namanya Enak Rasanya

Beberapa kota di pulau jawa, memiliki banyak makanan khas yang unik dan tentunya enak. Salah satunya ialah penganan yang dibuat dari tepung beras ketan dan gula merah cair yang diolah menjadi kue berbentuk memanjang. Kemudian pada kulitnya ditaburi wijen yang disebut Peli Kipu. Selain beras ketan, ada juga yang membuat Peli Kipu menggunakan karuk di bagian luarnya. Karuk adalah nasi yang dikeringkan kemudian digoreng. Di beberapa daerah di Jawa, karuk lebih familiar dengan nama karak atau… Baca selengkapnya.....